Monday, December 29, 2008

Postur Konflik Arab-Israel

Postur konflik Arab Israel sebenarnya terang benderang.

Orang-orang Yahudi diaspora dari berbagai belahan dunia, dibantu oleh Inggris dan (sekarang) Amerika menduduki tanah Palestina. Orang palestina (dibantu) saudara-saudara Arab mereka, melawan. Tapi kalah.

Orang-orang Yahudi mau membangun negara agama di tanah yang diduduki ini. Mereka hendak mengusir dengan kekuatan senjata semua orang Palestina dari tanah moyang mereka. Orang-orang Yahudi hendak membangun negara agama yang dipagari militerisme.

Ini prinsip Israel.

Dalam sejarahnya, segala upaya penyelesaian konflik selalu mengalami jalan buntu.
Solusi satu negara sekuler dimana orang-orang Israel dan Palestina hidup bersama dalam satu negara sekuler yang kekuasaannya diperebutkan secara demokratis, gugur bahkan dari sekedar di pikiran sekalipun buat orang-orang Yahudi-Zionis.
Solusi dua negara yang hidup damai berdampingan pun tidak diterima Israel. Meskipun 35-an negara Arab sudah membuka pintu untuk normalisasi hubungan dengan Israel. Tapi Israel memang tidak hendak memberi hak hidup bagi Palestina.
Maka tidak ada pintu damai sebenarnya, karena Israel (didukung Amerika) akan selalu mencari cara bagi menjaga prinsip bahwa tanah Palestina adalah untuk bangsa Israel dengan negara zionisnya.

Inilah masalahnya.

Negara-negara arab tidak cukup berani untuk frontal berhadapan secara jantan di medan tempur. Sementara Palestina sendiri tidak punya kekuatan militer memadai untuk melawan Israel.

Maka hanya karena cinta negara, membela tanah tumpah darah, keyakinan bahwa kezaliman tidak terus menerus segar bugar, semangat juang yang tidak pernah padam dan kesiapan untuk mati syahid membela negara kapan saja lah yang membuat saudara-saudara kita, saudara kemanusiaan kita dalam lingkar yang lebih luas, bangsa Palestina, bertahan di sana. Meskipun bedil, rudal dan pesawat tempur Israel bisa menyalak kapan saja. Meminta lebih banyak lagi darah dan air mata.

Thursday, December 18, 2008

Timur Tengah di Era Obama

Akan bagaimanakah wajah timur tengah ketika Obama memegang kendali kepresidenan Amerika?

Di level prinsip bahwa Amerika ingin tetap melanggengkan hegemoninya di wilayah ini, tidak akan ada yang berubah. Yang akan berubah adalah taktik dan strategi.

Perang tidak akan lagi jadi pilihan pertama. Kekuatan diplomasi akan kembali memegang kendali.

Obama sendiri tidak anti perang. Perang baginya tetap menjadi pilihan, ketika semua pilihan lain tereliminasi. Namun, dia menyadari bahwa senjata yang dimiliki Amerika bukan hanya kekuatan militer, namun lebih dari itu, kekuatan teknologi, ekonomi, kebudayaan yang dapat menjadi alat tekan dalam kerja-kerja diplomasi.

Pemihakan terhadap Israel pun, prinsipnya, tidak akan berubah. Israel tetap akan menjadi sekutu terkuat Amerika di kawasan ini. Namun, rencana-rencana gila untuk menghabisi kekuatan resistensi Hamas, Hezbollah dan jaringan keduanya dengan kekuatan bersenjata yang memakan korban rakyat sipil, tidak akan lagi jadi pilihan. Upaya lebih serius di meja runding akan kembali dikuatkan.

Selebihnya, kerja memperkuat lembaga civil soceity, kekuatan demokrasi di tubuh negara, perangkat-perangkat kebudayaan yang mengusung nilai-nilai Amerika, akan lebih gencar dilakukan untuk menciptakan atmosfer yang secara halus menggiring kawasan ini untuk masuk arus yang merawat kepentingan-kepentingan Amerika.

Lebih sejuk memang, tapi secara prinsip tidak ada yang berubah. Perubahan terbaik, memang harus dimulai dari rumah tangga negeri-negeri Arab sendiri. Tapi inipun susahnya minta ampun!

Monday, December 15, 2008

Bush Dilempar Sepatu

"Inilah ciuman terakhir untuk Anda, Anjing", teriak Muntadzar Zaidi, jurnalis Irak, sambil melempar sepatu ke wajah Presiden Bush. Ini menjadi kado pahit baginya beberapa minggu menjelang lengser dari gedung putih.

Aljazeera
melaporkan dukungan rakyat, ulama dan para pengacara untuk sang jurnalis. Ia dianggap pahlawan. Tindakannya mewakili kemarahan orang-orang Irak. Mereka melihat Bush sebagai penanggung jawab pertama kematian ribuan orang-orang tak berdosa di sana.

Di Amerika sendiri, Bush selama sejarah Amerika dianggap sebagai presiden yang paling tidak cakap.

Ketika orang tidak tepat memegang jabatan yang berpengaruh begitu besar, bencana adalah akibat yang paling pasti.