Friday, April 3, 2009

Timur Tengah Seminggu Terakhir

Banyak peristiwa penting di Timur Tengah terjadi seminggu terakhir. KTT Liga Arab, KTT Liga Arab - Amerika Latin dan terbentuknya pemerintahan baru Israel.

Tidak ada yang baru dari KTT Arab. Retorikanya, isu utamanya adalah al-mushalahah al-arabiyah, rekonsiliasi negara-negara Arab, tapi Presiden Mesir justru absen. Rekonsiliasi memang baru di tingkat simbolik daripada infrastruktur pengambilan kebijakan-kebijakan strategis. Yang mengemuka justru adalah dukungan penuh negara-negara Arab menolak perintah penangkapan Presiden Sudan, Umar al Bashir, oleh ICC (International Criminal Court) untuk tuduhan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur.

KTT Negara-negara Arab-Amerika Latin adalah KTT kedua setelah yang pertama di Brazil 2005. Presiden Brazil, Chili, Venezuela, Bolivia, Columbia, Suriname dan lain-lain datang ke Doha untuk KTT ini. Fokusnya lebih ke ekonomi; membuka jalur penerbangan lebih banyak dan peningkatan volume perdagangan. Tapi dukungan politik untuk Palestina juga nyaring disuarakan, terutama oleh Presiden Venezuela, Hugo Chavez.

Dua hari yang lalu, di Israel, Pemerintahan di bawah PM Benyamin Netanyahu berhasil mendapatkan kepercayaan Parlemen. Tak lama berselang, Menlunya yang terkenal galak terhadap Arab dan Palestina, Avigdor Liberman, membuat pernyataan panas: tidak mengakui hasil-hasil pertemuan Anappolis, yang memerintahkan berdirinya dua negara: Palestina dan Israel yang berdampingan secara damai.

Pernyataan yang langsung disambut terurama oleh Hamas dengan sikap yang tidak kalah keras.

Masa depan perdamaian di Timur Tengah masih sangat jauh dari rengkuhan.

Friday, March 27, 2009

Perubahan Ala Raja Abdullah

Perubahan pelan sedang bergerak di Saudi Arabia. Raja Abdullah langsung memegang kendalinya.

Majalah Newsweek malah menyebutnya sebagai revolusi.

Belum lama, di KTT Ekonomi yang kemudian berubah menjadi KTT Gaza di Kuwait, Raja Abdullah membuat kejutan. Banyak orang tidak mengira, Dia akan dengan lugas mengajak untuk menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru merujuk kepada perbedaan tajam antara kelompok moderat yang pro Amerika dan kelompok resistensi yang anti Amerika.

Selepas itu, banyak orang kecewa karena di tingkat menteri dan politik sehari-hari, belum ada perubahan ke arah ajakan Raja Abdullah. Tapi Sang Raja jalan terus. Riyad belum lama menjadi tuan rumah KTT empat kepala negara: Mesir, Suriah, Kuwait dan Saudi Arabia sendiri. Mereka sepakat untuk menurunkan tensi meski perbedaan mendasar masih kuat.

Kalau Raja Abdullah maju terus dengan visi perubahannya, harapan untuk kesatuan Arab kembali menemukan seberkas sinar.

Thursday, March 26, 2009

30 Tahun Perjanjian Camp David

Setelah 30 tahun perjanjian damai Mesir-Israel di Camp David dibuat, apa yang Mesir dapatkan? "Sebaliknya dari apa yang diharapkan", menurut Abdul Bari Atwan, pengamat dan pemimpin redaksi Koran Al Quds Al Arabi yang berbasis di London.

Anwar Sadat mati ditembak oleh kelompok radikal Mesir yang marah. Mesir tercabut dari lingkungan alaminya di dunia Arab. Yang paling beruntung tentu saja Israel. Perjanjian Camp David lebih dari apa yang tadinya diperkirakan untuk dicapai oleh para petinggi Israel sendiri. Sampai hari ini, kondisi negara-negara Arab masih berai.

Peristiwa Gaza terakhir yang memakan ratusan korban kembali menunjukkan berkali-kali Mesir berada pada posisi 'kalah'; mendapat kecaman dari rakyat Arab dan seringkali dipermainkan Israel. Damai komprehensif yang diharapkan, sampai hari ini dan bahkan entah sampai kapan belum menjadi kenyataan.

Palestina yang sampai kini seolah sendirian di medan perang dibiarkan atau bahkan 'dikorbankan' oleh saudara-saudara besarnya, negeri-negeri Arab. Solusi dua negara dengan Al Quds sebagai ibu kota dua negara: Israel dan Palestina masih samar dari kenyataan. Obama masih pusing dengan urusan krisis dalam negerinya. Sementara negara-negara besar Arab: Mesir dan Saudi untuk menyebut nama, tidak punya strategi merdeka dan berjangka panjang untuk kepentingan bersama bangsa Arab memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Alih-alih menjadi kunci perdamaian menyeluruh, perjanjian Camp David malah menjadi pintu masih bagi terseraknya kekuatan negara-negara Arab yang hanya memberi guna untuk Israel dan Amerika di belakangnya.

Monday, December 29, 2008

Postur Konflik Arab-Israel

Postur konflik Arab Israel sebenarnya terang benderang.

Orang-orang Yahudi diaspora dari berbagai belahan dunia, dibantu oleh Inggris dan (sekarang) Amerika menduduki tanah Palestina. Orang palestina (dibantu) saudara-saudara Arab mereka, melawan. Tapi kalah.

Orang-orang Yahudi mau membangun negara agama di tanah yang diduduki ini. Mereka hendak mengusir dengan kekuatan senjata semua orang Palestina dari tanah moyang mereka. Orang-orang Yahudi hendak membangun negara agama yang dipagari militerisme.

Ini prinsip Israel.

Dalam sejarahnya, segala upaya penyelesaian konflik selalu mengalami jalan buntu.
Solusi satu negara sekuler dimana orang-orang Israel dan Palestina hidup bersama dalam satu negara sekuler yang kekuasaannya diperebutkan secara demokratis, gugur bahkan dari sekedar di pikiran sekalipun buat orang-orang Yahudi-Zionis.
Solusi dua negara yang hidup damai berdampingan pun tidak diterima Israel. Meskipun 35-an negara Arab sudah membuka pintu untuk normalisasi hubungan dengan Israel. Tapi Israel memang tidak hendak memberi hak hidup bagi Palestina.
Maka tidak ada pintu damai sebenarnya, karena Israel (didukung Amerika) akan selalu mencari cara bagi menjaga prinsip bahwa tanah Palestina adalah untuk bangsa Israel dengan negara zionisnya.

Inilah masalahnya.

Negara-negara arab tidak cukup berani untuk frontal berhadapan secara jantan di medan tempur. Sementara Palestina sendiri tidak punya kekuatan militer memadai untuk melawan Israel.

Maka hanya karena cinta negara, membela tanah tumpah darah, keyakinan bahwa kezaliman tidak terus menerus segar bugar, semangat juang yang tidak pernah padam dan kesiapan untuk mati syahid membela negara kapan saja lah yang membuat saudara-saudara kita, saudara kemanusiaan kita dalam lingkar yang lebih luas, bangsa Palestina, bertahan di sana. Meskipun bedil, rudal dan pesawat tempur Israel bisa menyalak kapan saja. Meminta lebih banyak lagi darah dan air mata.

Thursday, December 18, 2008

Timur Tengah di Era Obama

Akan bagaimanakah wajah timur tengah ketika Obama memegang kendali kepresidenan Amerika?

Di level prinsip bahwa Amerika ingin tetap melanggengkan hegemoninya di wilayah ini, tidak akan ada yang berubah. Yang akan berubah adalah taktik dan strategi.

Perang tidak akan lagi jadi pilihan pertama. Kekuatan diplomasi akan kembali memegang kendali.

Obama sendiri tidak anti perang. Perang baginya tetap menjadi pilihan, ketika semua pilihan lain tereliminasi. Namun, dia menyadari bahwa senjata yang dimiliki Amerika bukan hanya kekuatan militer, namun lebih dari itu, kekuatan teknologi, ekonomi, kebudayaan yang dapat menjadi alat tekan dalam kerja-kerja diplomasi.

Pemihakan terhadap Israel pun, prinsipnya, tidak akan berubah. Israel tetap akan menjadi sekutu terkuat Amerika di kawasan ini. Namun, rencana-rencana gila untuk menghabisi kekuatan resistensi Hamas, Hezbollah dan jaringan keduanya dengan kekuatan bersenjata yang memakan korban rakyat sipil, tidak akan lagi jadi pilihan. Upaya lebih serius di meja runding akan kembali dikuatkan.

Selebihnya, kerja memperkuat lembaga civil soceity, kekuatan demokrasi di tubuh negara, perangkat-perangkat kebudayaan yang mengusung nilai-nilai Amerika, akan lebih gencar dilakukan untuk menciptakan atmosfer yang secara halus menggiring kawasan ini untuk masuk arus yang merawat kepentingan-kepentingan Amerika.

Lebih sejuk memang, tapi secara prinsip tidak ada yang berubah. Perubahan terbaik, memang harus dimulai dari rumah tangga negeri-negeri Arab sendiri. Tapi inipun susahnya minta ampun!

Monday, December 15, 2008

Bush Dilempar Sepatu

"Inilah ciuman terakhir untuk Anda, Anjing", teriak Muntadzar Zaidi, jurnalis Irak, sambil melempar sepatu ke wajah Presiden Bush. Ini menjadi kado pahit baginya beberapa minggu menjelang lengser dari gedung putih.

Aljazeera
melaporkan dukungan rakyat, ulama dan para pengacara untuk sang jurnalis. Ia dianggap pahlawan. Tindakannya mewakili kemarahan orang-orang Irak. Mereka melihat Bush sebagai penanggung jawab pertama kematian ribuan orang-orang tak berdosa di sana.

Di Amerika sendiri, Bush selama sejarah Amerika dianggap sebagai presiden yang paling tidak cakap.

Ketika orang tidak tepat memegang jabatan yang berpengaruh begitu besar, bencana adalah akibat yang paling pasti.

Friday, May 23, 2008

Teka-teki Sikap Suriah

Setelah faksi-faksi politik yang bertikai di Lebanon mencapai kata sepakat mengakhiri konflik di Doha, tidak ada yang lebih menarik minat baca di konstelasi politik timur-tengah selain kesediaan Suriah membuka pembicaraan tidak langsung dengan Israel. Pemerintah Turki menjadi mediatornya.

Pembicaraan tidak langsung itu sudah dilaksanakan tiga hari di Istanbul. Mereka sampai pada membuat atmosfir yang mendukung perundingan lebih lanjut. Pihak Turki meyakinkan bahwa Suriah serius dalam negosiasi ini.

Banyak tanda tanya besar yang menggelantung dalam sikap Suriah ini. Mengapa Suriah mau membuka pembicaraan damai dengan Israel? Bukankah selama ini Suriah dikenal sebagai berada di blok resistensi terhadap Israel dan Amerika (di belakangnya) bersama Iran, Hizbullah dan Hamas? Bagaimana kelanjutan relasi ini, jika betul-betul Suriah dan Israel sampai pada kesepakatan damai?

Dalam politik memang berlaku adagium "tidak ada teman abadi, yang ada adalah kepentingan abadi".

Ada dua alasan yang mengemuka --sejauh ini-- dari sikap Suriah ini. Alasan yang paling kuat adalah Suriah ingin mengembalikan dataran tinggi Golan yang diduduki Israel sejak 1967 ke pangkuan Suriah. Istilah yang berlaku disini adalah "tanah ditukar damai: al-ardl muqabil as-salam".

Alasan kedua, Suriah ingin membuka blokade --terutama ekonomi-- Amerika dan sekutunya melalui pintu perundingan damai dengan Israel. Kerjasama Suriah-Turki yang menunjukan angka peningkatkan signifikan akhir-akhir ini menjadi salah satu katalisator, karena perdagangan dua negara pun harus melibatkan Amerika ketika transaksinya berkait dengan dolar Amerika.

Banyak pihak pendukung perjuangan (muqawamah) menyayangkan sikap Suriah ini. Seolah-olah, selama ini, Suriah adalah sandaran terakhir bagi perjuangan melawan Israel, terutama setelah negara-negara Arab besar lainnya semisal Arab Saudi dan Mesir lebih condong mendukung kebijakan Amerika.

Apakah ada alasan lebih mendasar lain di balik perubahan sikap Suriah ini? Kita terus ikuti saja apa yang akan terjadi di hari-hari ke depan ini.